Peternak sapi di Kabupaten Dompu terdiri dari dua kelompok masyarakat yaitu penduduk asli dan pendatang yang berasal dari Pulau Lombok (transmigran), yang mengelola pertanian lahan kering (hanya mendapat air pada musim hujan, tanpa sistem irigasi) antara lain perkebunan jambu mente. Peternak sapi yang merupakan penduduk asli Dompu, umumnya masih menerapkan sistem peternakan tradisional dengan cara menggembalakan sapinya secara bebas pada padang penggembalaan dan lahan sawah yang tidak ditanami pada musim kemarau. Sedangkan peternak pendatang, karena memiliki lahan pertanian dan perkebunan jambu meter yang luas, sistemnya bervariasi antara sistem potong angkut (cut and carry), sistem penggembalaan penuh atau campuran dari keduanya.
Pada musim kemarau, yang terjadi antara bulan Mei sampai dengan Desember, ketersediaan pakan hijauan untuk ternak sapi di Dompu juga menjadi masalah. Pada awal musim kemarau, rumput dan legum merambat mulai sulit diperoleh, kalaupun tersedia, kuantitas dan kualitasnya sudah kurang memadai. Setelah itu, bukan hanya sulit, rumput dan legum merambat akan mulai menghilang dan atau mengering. Untuk menggantikannya, peternak akan menggembalakan sapi pada lahan dengan rumput kering, daun tanaman leguminosa pohon atau daun tanaman pohon lainnya. Pada puncak musim kemarau, hampir tidak dapat lagi ditemukan pakan hijauan. Pada saat ini peternak tidak lagi menggembalakan ternaknya, dan mulai menerapkan sistem pemeliharaan potong angkut (cut and carry), dengan mencari alternatif pakan hijauan.
Jika melihat kuantitasnya, pemberian pakan hijauan pada musim kemarau memang jauh berkurang bila dibandingkan dengan jumlah pakan hjauan segar yang diberikan pada bulan-bulan musim hujan. Bahkan hanya setengah dari pemberian musim hujan (Bamualim dkk,1994a). Namun pada kenyataannya, ternak sapi milik para peternak di Dompu tetap dapat mempertahankan berat badan hingga datangnya musim penghujan. Apa rahasianya ?
Menurut penelitian, bertahannya berat badan ternak sapi di dompu pada saat musim kemarau disebabkan oleh 3 faktor yaitu : kualitas protein, kandungan bahan kering, serta jumlah pemberian air minum yang cukup, dengan rincian sebagai berikut :
-
Persentase daun dari pakan yang diberikan sepanjang tahun umumnya lebih dari 50%. Terkecuali pada musim kemarau ketika rumput dan daun-daunan mulai terbatas dan ternak diberikan pakan hijauan alternatif. Hampir semua bagian daun dari pakan yang diberikan umumnya dikonsumsi habis dan yang tersisa adalah batang-batang tua yang keras.
-
Pada pertengahan musim kemarau sekitar bulan Juli, ketika rumput mulai sulit didapatkan, peternak sapi mulai menggunakan Gamal (Gliricidia sepium) dan Lamtoro (Leucaena leucocephala),dengan kandungan protein pakan berkisar antara 5 – 11% dengan kecernaan sekitar 36 – 43 % bahan kering.
-
Pada puncak musim kemarau sekitar bulan Oktober, selain memberi Gamal dan Lamtoro, dengan kandungan protein sekitar 17% dan kecernaan sampai 70%, peternak juga memberikan daun pohon-pohonan seperti daun Nangka (Arthocarpus integra), Sonokeling (Dalbergia latifolia) dan Kesambi (Schleichera oleosa), Tidak jarang peternak memberikan sapi mereka pakan hijauan yang terdiri dari 100% berupa Lamtoro atau Gamal.
-
Pada keadaan terpaksa, dimana tidak tersedia pakan hijauan apapun, peternak juga memberikan pakan alternatif seperti batang pisang (Musa paradisiaca), batang papaya (Carica papaya) dan buah semu jambu mente (Anacardia officinale). Walaupun kandungan proteinnya rendah, batang pisang dan buah semu jambu mente memiliki kecernaan yang tinggi.
-
Pada musim kemarau, air minum yang diberikan pada ternak adalah sekitar 10 – 15 liter/ekor/hari. Jumlah ini tidak berbeda dengan jumlah air yangh diberikan pada musim hujan.
Sumber: DISNAK JATIM